14 Ramadhan, Tanpa Seorang Ayah

14 Ramadhan bukanlah sebuah tanggal 14 di bulan Ramadhan tapi sebuah kenangan tersisa yang tak pernah hilang sampai kapanpun, hingga pertemuan itu kembali menyapa.

14 Ramadhan, Tanpa Seorang Ayah adalah sebuah kebersamaan yang sudah tidak bisa bersama lagi. Sebuah ruang dan waktu yang tidak bisa di tebak kapan keberadaannya muncul, dan kapan keberadaannya hilang telang memisahkan semua harapan, semua naungan, semua dambaan untuk sebuah cinta dan cita-cita yang belum sempat terwujud.

14 Ramadhan, Tanpa Seorang Ayah bukanlah sebuah kenangan sesaat yang hanya meninggalkan air mata di atas tanah merah, sebuah harapan dan kekuatan yang hilang yang telah dimakan dinding-dinding tanah sang khalik tapi kenangan yang selalu mengalir dalam derasnya darah dan keringat untuk selalu bertahan dalam kerasnya dinding-dinding rumah yang berdiri kokoh tanpa tahu apa yang telah dirasakan, hanya sebagai pemisah.

14 Ramadhan, Tanpa Seorang Ayah menumbuhkan semangat dalam sujud kami, dalam doa kami, dalam duduk dan berdiri kami untuk meraih, untuk menggapai apa yang telah berlalu tanpa ada wujud, tanpa ada jejak, jejak hitam yang selalu menemani kini namun semua pun telah sirna bersama kekuatan kami dari cucuran keringat yang keluar dari dalam hati kami, menentang, membungkan dan merobohkan kuatnya dinding temobk rumah. Tuhan inikah janji-Mu? Janji yang Engkau berikan sedikit demi sedikit..

14 Ramadhan, Tanpa Seorang Ayah kami telah berubah, Ayah lihat kami dalam perjalanan, dengarkan kami dalam lantunan doa yang menyertai kami kini telah menjadi kerikil-kerikil tajamm yang tidak bisa di injak hanya sekedar 'tuk melaluinya. Ayah, hari ini Ramadhan yang ke 14 engkau telah meninggalkan kami, bersama kenangan yang tak pernah kami lupa, hingga kami terjaga tuk bertemu dalam naungan sang khalik.

Kami mencintaimu Ayah....